Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.Politeknik Tempo – Melalui program studi Desain Media, Politeknik Tempo menyelenggarakan acara sharing session bertajuk “Merangkul Tantangan Industri” pada Jumat, 23 Mei 2025. Acara digelar di Ruang Opini Politeknik Tempo Lt. 7 Gedung Tempo, Jakarta yang dihadiri oleh mahasiswa Prodi Produksi Media, Desain Media, Manajemen Pemasaran Internasional dan dosen-dosen lintas Prodi.
Acara yang dibuka oleh Siti Syariefah Bachtiar selaku MC sekaligus mahasiswi Desain Media, menghadirkan narasumber istimewa yakni seorang pensiunan ilustrator profesional dari Tempo, Sri Malela Mahargasarie. Creative Director yang dikenal memiliki pengalaman luas di dunia industri ini membawakan materi dengan judul “Bertahan dan Tumbuh Di Era Profesi yang Tergerus.”
Dalam presentasi materi, Malela memaparkan berbagai tantangan yang kerap dihadapi di era industri, salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI). “60% profesi saat ini akan digantikan oleh AI automasi,” ujar Malela. Selain itu, dalam materinya terdapat data bahwa, hanya 1 dari 10 lulusan bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya dalam 5 tahun.
Malela mengatakan, jika profesi digantikan oleh AI, maka kemungkinan berakibat banyak pengangguran dan pada akhirnya pengangguran bisa diikuti oleh kriminalitas. “Kita butuh adaptasi, relevansi, daya tahan kreatif, dan proaktif dengan perkembangan teknologi termasuk AI untuk menghadapi tantangan tersebut,” lanjutnya.
Seling pematerian, Malela membagikan pengalamannya sebagai ilustrator saat bergabung dengan Tempo sejak tahun 1985 hingga diangkat menjadi Chief Editor di Tempo pada tahun 2004. Dalam sesi tersebut, Malela juga membagikan beberapa hasil gambar sampul majalah yang pernah ia buat di Tempo, serta karya-karya ilustrasi lainnya.
Masuk sesi sharing discussion antusiasme mahasiswa terlihat dari interaktif tanya jawab dengan pemateri. Diawali oleh Siti Syariefah Bachtiar yang menyanggah salah satu paparan Malela mengenai profesi satpam yang sempat dikatakan Malela akan tergantikan oleh AI. Menurut Syariefah, hal tersebut tidak memungkinkan karena jika AI harus mengidentifikasi manusia satu per satu, maka AI bisa memiliki data pribadi setiap individu. Hal ini berisiko menimbulkan kebocoran data yang mana sudah dilarang oleh Parlemen Eropa.
Syariefah juga bertanya, “Sebagai pelaku seni, bagaimana kita bisa berjalan beriringan dengan AI yang hanya meng-generate gambar dan sering kali melanggar etika?”. Menanggapi pertanyaan tersebut Malela mengatakan bahwa, AI ibarat pisau, bisa digunakan untuk hal baik, tapi juga bisa disalahgunakan. “Jadi, terimalah perkembangan teknologi seperti AI dan gunakanlah dengan sebaik mungkin seperti saya menggunakan untuk pemantik ide namun tidak mengandalkannya dalam finalisasi gambar,” jelas Malela lugas.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Khalishah Sahda Fitri dari prodi Desain Media, “Pada tahun 1994 ketika terjadi pembredelan Tempo untuk kedua kalinya, apakah saat itu Pak Malela mendapat ancaman, dan apakah Tempo melindungi ilustratornya?”. Malela tersenyum sebelum menjawab, Tempo sangat melindungi ilustrator dan juga penulis redaksinya karena prinsip Tempo adalah: kebenaran ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tidak kita sukai sekalipun. “Saya pernah lima kali digugat dengan rata-rata oleh pengusaha, terakhir saya digugat oleh FPI karena tulisan, tentu saya takut, tetapi saya senang karena banyak yang mendukung saya,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut ditutup dengan pesan kepada para audiens yang hadir, “Tolong bacalah, kalau tidak membaca berdiskusilah, dan ingat untuk terus belajar serta terbuka terhadap pemikiran baru, jangan langsung menolak tapi pelajarilah dahulu”.
Pernyataan ini disambut dengan tepuk tangan dari peserta diskusi yang tampak terkesan. Acara kemudian ditutup oleh MC dan sesi foto bersama. Diharapkan, melalui acara sharing session ini, para mahasiswa dapat lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara positif di era industri yang erat kaitannya dengan kemajuan teknologi.